https://batu.times.co.id/
Berita

Aliansi Perempuan Indonesia Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Desak Pengusutan Pelanggaran HAM Orde Baru

Minggu, 02 November 2025 - 19:44
API: Gelar Pahlawan untuk Soeharto Adalah Luka Baru bagi Korban Orde Baru Presiden Soeharto dan Menristek/Ketua BPPT BJ Habibie melihat senjata buatan dalam negeri produksi PT Persero Pindad di Bina Graha hari Senin (20/3/1989). (FOTO: ANTARA FOTO/N04)

TIMES BATU, JAKARTAAliansi Perempuan Indonesia (API) menyatakan penolakan keras terhadap rencana pemerintah yang disebut-sebut akan memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto, tokoh utama rezim Orde Baru.

Menurut API, langkah tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap para korban kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang 32 tahun kekuasaan Orde Baru.

Dalam pernyataan resminya yang diterima Minggu (2/11/2025), API menilai wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan pengingkaran sejarah dan upaya memutihkan dosa masa lalu.

“Pengabaian sejarah pelanggaran berat HAM tak lebih dari upaya membungkam korban agar kasus-kasusnya tidak pernah terungkap,” ujar Yolanda Panjaitan dari Cakra Wikara Indonesia.

Yolanda menilai, langkah tersebut berpotensi menghapus ingatan kolektif masyarakat terhadap kekerasan politik dan pelanggaran hak asasi manusia di masa Orde Baru.

Senada dengan itu, Diyah W.R. dari Perkumpulan Kecapi Batara Indonesia menyebut pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sebagai bentuk penyangkalan sejarah sekaligus perpanjangan diskriminasi terhadap kelompok minoritas Tionghoa.

“Kami tidak pernah benar-benar diperhitungkan sebagai warga negara. Banyak kasus kekerasan terhadap masyarakat Tionghoa yang tak pernah diusut,” ujarnya.

Soeharto Dinilai Simbol Represi dan Kekerasan

API menegaskan, Soeharto bukanlah simbol perjuangan bangsa, melainkan simbol represi, pembungkaman politik, dan kekerasan yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Mereka menilai, hingga kini tak pernah ada pengakuan, permintaan maaf, maupun penegakan keadilan atas berbagai pelanggaran berat HAM di era Orde Baru.

Beberapa peristiwa yang disebut sebagai dosa kemanusiaan rezim Soeharto antara lain:

  • Pembunuhan massal pasca-1965 yang menewaskan ratusan ribu orang dan memenjarakan jutaan lainnya tanpa proses hukum, termasuk kekerasan terhadap perempuan anggota Gerwani.

  • Penembakan misterius (Petrus) pada 1982–1985 dengan dalih memberantas kriminalitas.

  • Kasus pembunuhan buruh perempuan Marsinah (1993) dan jurnalis Udin (1996).

  • Kekerasan militer di Timor Timur, Aceh, dan Papua.

  • Tragedi Tanjung Priok (1984) dan Talangsari (1989).

  • Penculikan aktivis 1997–1998 seperti Wiji Thukul, Herman Hendrawan, dan Suyat yang hingga kini belum ditemukan.

Menurut API, seluruh catatan kelam itu masih menjadi luka kolektif bangsa dan seharusnya tidak dihapus dengan penghargaan politik.

Tiga Tuntutan Aliansi Perempuan Indonesia

Melalui pernyataannya, API menyerukan tiga poin utama:

  1. Menolak pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

  2. Menuntut negara menuntaskan penyelidikan pelanggaran HAM masa Orde Baru.

  3. Mendesak pemerintah menghormati ingatan sejarah korban, bukan menghapusnya lewat penghargaan politik.

“Penghargaan kepada Soeharto bukan hanya kesalahan sejarah, tapi juga luka baru bagi korban. Bangsa ini tidak akan pernah benar-benar merdeka bila pelaku kekerasan dimuliakan dan korban terus dilupakan,” tulis API dalam penutup pernyataannya. (*)

Pewarta : Wahyu Nurdiyanto
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Batu just now

Welcome to TIMES Batu

TIMES Batu is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.