https://batu.times.co.id/
Berita

UB Kembangkan Pita Mulsa Organik Dari Limbah Pisang dan Enceng Gondok Untuk Warga Malaka NTT

Kamis, 11 Juli 2024 - 12:50
UB Kembangkan Pita Mulsa Organik Dari Limbah Pisang dan Enceng Gondok Untuk Warga Malaka NTT Dosen Fakultas Pertanian UB, Dr. Rita Parmawati,SP, ME, IPU,ASEAN Eng saat menunjukkan Pita Mulsa Organik yang sedang dia kembangkan. (Istimewa)

TIMES BATU, MALANGUniversitas Brawijaya (UB) kembali mengembangkan sebuah inovasi teknologi di bidang pertanian. Kali ini, Dosen Fakultas Pertanian UB, Dr. Rita Parmawati,SP, ME, IPU,ASEAN Eng mengembangkan pita mulsa organik dari limbah pisang, enceng gondok dan daun paitan (crotalaria sp) untuk mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi.

Mulsa sendiri merupakan material penutup tanaman budidaya yang digunakan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit agar tanaman tumbuh dengan baik. Umumnya, mulsa terbuat dari plastik sehingga bisa menimbulkan masalah bagi lingkungan.

Rita Parmawati mengatakan, pita mulsa organik merupakan sebuah teknologi yang menggantikan mulsa dari plastik yang dianggap tidak ramah lingkungan karena tidak bisa terurai dengan baik.

Dia menyebut, kelemahan dari penggunaan mulsa plastik terhadap pertumbuhan tanaman adalah dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman, meningkatkan serangan hama, meningkatkan kontaminasi mikroplastik, genangan air hilangnya struktur tanah dan mengurangi aktivitas mikroorganisme tanah.

Dosen-Fakultas-Pertanian-UB-b.jpg

Dka menjelaskan, teknologi itu akan diterapkan pada saat mendekati musim tanam ke dua di Kabupaten Malaka Nusa Tenggara Timur (NTT), sebab di wilayah itu limbah pisang sangat melimpah.

"Oleh karena itu, kita manfaatkan bersama enceng gondok dan daun paitan untuk dihancurkan, dicacah dan di cetak menjadi sebuah lembaran se lebar 25 cm," ujarnya.

Fungsinya yakni untuk menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi sampai dengan 40%. Dan jika terkena matahari pita mulsa organik akan terurai menjadi pupuk.

Saat ini, lanjut Rita, proses penerapan pita mulsa dilakukan pada skala laboratorium dan sudah pada tahap sosialisasi pada bupati Kabupaten Malaka, dan beberapa gapoktan serta kepala dinas di lingkungan Kabupaten Malaka.

"Kenapa kita pilih Kabupaten Malaka sebagai lokasi penerapan teknologi Pita Mulsa Organik, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan pertanian di daerah tersebut masih rendah. Padahal masyarakat Kabupaten Malaka menggantungkan sistem perekonomiannya dari bidang pertanian," tuturnya.

Selain itu, Kabupaten Malaka juga termasuk wilayah perbatasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah.

Dia menuturkan, ada beberapa permasalahan di bidang pertanian yang dihadapi oleh warga Kabupaten Malaka. Seperti produktifitas yang terus mengalami penurunan sejak tahun 2020 hingga 2022, serta kesulitan untuk memperoleh pasokan benih pad.

"Dan ada permasalahan pertanian lain seperti gulma, evaporasi, suhu tanah, dan sistem irigasi. Hal itulah yang saat ini berusaha kita pecahkan dan harapannya produktiftas padi di tahun 2024 itu mengalami kenaikan," harapnya.

Untuk keberlanjutan penerapan teknologi, masyarakat akan diajarkan pembuatan pita mulsa organic mulai dari pengenalan bahan, mencacah, pembuatan bubur pita, pengeringan dan pengepresan sehingga harapannya masyarakat mampu memproduksi secara mandiri pita mulsa organik.

"Kami akan Ke Malaka akhir Juli ini. Untuk proses penbuatan Pita Mulsa bagi lahan 10 hektar kami bekerjama dengan pabrik mesin PT. Widjaya Teknik Indonesia (Witech)," pungkasnya. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Batu just now

Welcome to TIMES Batu

TIMES Batu is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.