TIMES BATU, MALANG – Menanam sebuah tanaman memang tak bisa sembarangan. Harus ada pertimbangan soal estetika, ekologis, dan ekonomis. Konsep itulah yang dikenalkan oleh Prof. Dr. Ir. Sitawati, M..S, dari Universitas Brawijaya (UB)
Prof Sitawati mempunyai penelitan yang berjudul “Hortikultura Lanskap Model 3E (Estetika-Ekologis-Ekonomis) sebagai Solusi Kenyamanan Lingkungan Perkotaan". Peneliatan itu akan dia bacakan ketika dikukuhkan menjadi Profesor bidang Ilmu Hortikultura pada Rabu (21/2/2024).
Profesor dari Fakultas Pertanian itu mengatakan, Hortikultura Lanskap merupakan bagian dari ilmu Hortikultura yang khusus mempelajari tentang penataan tanaman untuk mengatur dan mendapatkan lingkungan yang estetik.
Hortikulura Lanskap Model 3E (Estetika-Ekologis-Ekonomis), merupakan pengembangan dari hortikultura lanskap yang menambahkan nilai ekologis dan ekonomis.
"Hortikultura Lanskap 3E menjadi penting mengingat pada saat ini populasi penduduk di perkotaan meningkat dengan perkiraan sekitar 53% penduduk bertempat di perkotaan. Maka kebutuhan lingkungan tidak hanya estetika dengan tampilan bentuk, struktur vegetasi dan arsitektur tanaman yang indah, namun juga ekologis dan ekonomis," ucapnya.
Pada Hortikultura Lanskap 3E, keberadaan tanaman di perkotaan akan menambah luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), menurunkan Urban Heat Island (UHI) dan meningkatkan Temperature Humidity Index (THI). Sehingga akan memberikan kenyamanan bagi penduduk di perkotaan daripada Hortikultura Lanskap yang hanya menampilkan keindahan.
"Disisi lain, dengan populasi urban yang tinggi, keterbatasan lahan dan kebutuhan ekonomi yang kompetitif, Hortikultura Lanskap 3E dengan pemilihan jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi, akan memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat di daerah urban yang mempunyai keterbatasan ekonomi," imbuhnya.
Dia mengatakan, selama ini banyak pihak yang menanam sebuah pohon hanya untuk pemenuhan estetika saja. Tanpa mempunyai nilai ekologis dan ekonomis. "Seperti tanaman yang ada yang ada di depan Balai Kota Malang. Itu hanya mempunyai nilai estetika saja. Tidak ada nilai ekologis dan ekonominya," kata dia.
Sehingga dengan model 3E ini, pihaknya menawarkan bagaiamana masyarakat bisa tetap bercocok tanam di lahan yang sempit, tetapi mempunyai nilai estetika, ekologis dan ekonomis. Dia menyebut, ada satu desa yang telah berhasil menerapkan konsep ini, sehingga kini desanya menjadi hijau, dingin, dan membawa dampak ekonomi bagi warga.
"Desa yang kami dampingi yakni Desa Wonosari. Selain desanya kini menjadi indah karena banyak tanaman, mereka juga sering dijadikan jujukan para pedagang sayur. Sehingga itu membawa nilai ekonomis bagi warga," pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Prof Sitawati Kenalkan Model Penanaman Hortikulura Lanskap Model 3E
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |