TIMES BATU, JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan mengungkap perambahan ilegal di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) mencapai 6.000 hektare. Angka ini teridentifikasi melalui Operasi Merah Putih Lanskap Seblat yang dilakukan sejak 2 November 2025 oleh Gakkumhut Sumatera, Balai Besar TNKS, BKSDA Bengkulu, serta Dinas LHK Provinsi Bengkulu/KPH Bengkulu Utara.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, mengatakan operasi ini dirancang untuk memutus rantai bisnis perambahan, bukan hanya menindak pelaku lapangan.
“Pemerintah secara tegas menyasar pemilik lahan, pemodal, dan pengendali alat berat sebagai sasaran utama penegakan hukum. Sementara masyarakat yang kooperatif diarahkan menyelesaikan penguasaan lahan secara tertib,” ujar Dwi, Sabtu (15/11/2025).
2.390 Ha Lahan Direbut Kembali, 7.000 Sawit Ilegal Dimusnahkan
Hingga pertengahan November, tim gabungan berhasil menguasai kembali 2.390 hektare lahan yang dirambah. Petugas juga melakukan sejumlah tindakan tegas yakni merobohkan 59 pondok perambahan, memusnahkan 7.000 batang sawit ilegal, merusak jembatan dan akses liar, memasang 27 plang larangan, dan menangkap empat orang di lokasi kejadian.
Selain itu, penyidik menyita barang bukti, menggelar olah tempat kejadian perkara, dan meminta keterangan ahli dari instansi teknis terkait.
Satu Pemilik Lahan Jadi Tersangka
Dalam penyidikan awal, Ditjen Gakkum Kehutanan menetapkan SM, pemilik lahan ilegal, sebagai tersangka. Ia ditahan di Rutan Cabang Polda Bengkulu untuk kepentingan penyidikan, sementara berkas perkara sedang disiapkan untuk diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu.
Dwi menjelaskan penyidik juga menyiapkan instrumen sanksi administratif bagi pemegang izin berusaha yang melanggar aturan kehutanan, serta penegakan hukum perdata untuk memastikan pemulihan kawasan hutan dan pengembalian kerugian negara.
Penyidikan Diperluas, Jejak Pemodal dan Pemilik Alat Berat Diincar
Untuk mengungkap jaringan yang lebih luas, penyidik memeriksa pekerja, pemilik lahan yang terhubung, serta pihak-pihak yang berperan sebagai perantara. Pemeriksaan ini diarahkan untuk memetakan struktur aktor utama yang diduga mengendalikan perusakan kawasan hutan, mulai dari pemodal hingga penyedia alat berat.
Pemanggilan dua pemilik lahan lain juga tengah dijadwalkan.
Dwi menegaskan pendekatan persuasif tetap diutamakan untuk masyarakat lokal. Beberapa warga telah dimintai keterangan, dan tiga di antaranya bersedia menyerahkan kembali lahan yang mereka gunakan.
Lanskap Seblat Harus Dilindungi
Dwi menegaskan bahwa kawasan Seblat merupakan habitat penting Gajah Sumatera, sehingga tidak boleh menjadi objek jual beli dalam bentuk apa pun.
“Kami tidak akan mentoleransi praktik jual beli kawasan hutan negara. Koridor Seblat adalah benteng ekologis bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Ia menambahkan, Kemenhut akan melanjutkan operasi pengamanan kawasan disertai rehabilitasi lahan rusak, penertiban akses keluar-masuk hutan, serta penataan batas kawasan bersama instansi terkait.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kemenhut Ungkap 6.000 Ha TN Kerinci Seblat Dirambah Ilegal, Satu Pemilik Lahan Jadi Tersangka
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Imadudin Muhammad |